NASIONALISME


1.      Apa Nasionalisme itu?

Nasionalisme menurut Kohn (1961:11) adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia atau dapat juga dikatakan suatu sikap cinta tanah air yang dapat menciptakan rasa persatuan dan kesatuan.
Secara etimologis, kata nation berasal dari kata bahasa Latin natio,  yang berakar pada kata nascor 'saya lahir'. Pada masa Kekaisaran Romawi, kata natio dipakai untuk mengolok-olok orang asing. Kemudian, pada masa Abad Pertengahan, kata nation digunakan sebagai nama kelompok pelajar asing di universitas-universitas. Selanjutnya, pada masa Revolusi Perancis, Parlemen Revolusi Prancis menyebut diri mereka sebagai assemblee nationale (Dewan Nasional) yang menunjuk kepada semua kelas yang memiliki hak sama dalam berpolitik. Akhirnya, kata nation menjadi seperti sekarang yang merujuk pada bangsa atau kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu Negara.
Dalam hal mana, nasionalisme adalah an awareness of membership in a nation
together with a desire to achieve, maintain, and perpetuate the identity, prosperity, and
power of the nation. Suatu kesadaran sebagai bangsa yang disertai oleh hasrat
untuk memelihara, melestarikan dan mengajukan identitas, integritas serta ketangguhan bangsa tersebut. Artinya, nasionalisme yang diwujudkan atau diaktualisasikan dalam bentuk tindakan untuk memelihara dan melestarikan identitas dan terus berjuang untuk memajukan bangsa dan negara, dengan membasmi setiap kendala yang menghalangi di jalan kemajuan, yang selama beberapa tahun ini tidak kita lakukan, yang akhirnya memudarkan rasa kebanggaan kita tersebut.
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat kewarganegaraan, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori ini lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut, yaitu:
·         Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudulk Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
·         Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
·         Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
·         Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
·         Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
·         Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.

2.      Mengapa perlu Nasionalisme?

Nasionalisme merupakan sebuah penemuan sosial yang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah manusia, paling tidak dalam seratus tahun terakhir. Tak ada satu pun ruang sosial di muka bumi yang lepas dari pengaruh ideologi ini. Tanpa nasionalisme, lajur sejarah manusia akan berbeda sama sekali. Sumber dari kekuatan ideologi nasionalis saat ini memang belum ditemukan oleh banyak orang Indonesia sehingga ketika kita mencari arus apa yang seharusnya berada di depan kita sebagai energi yang menuntun kemajuan nasional negara dan masyarakat kita seringkali bimbang dan gelap.
Oleh karena itu untuk menjawab tantangan ini sebuah organisasi politik harus mampu menemukan sumber ideologi nasionalisme. Sekaligus mampu menggerakkan menjadi kekuatan utama dalam pencapaian tujuan politiknya. Ideologi nasionalisme itu bersumber pada mainstream persatuan dan kesatuan. Namun, pemahaman akan persatuan dan kesatuan sering kali menjadi kesalahan dalam ide dan prakteknya sehingga ketika kita berbicara tentang nilai tersebut kita tidak mampu mengambil kekuatan intinya.
Persatuan dan Kesatuan memiliki arti independen organik, atau sosial liberal dalam konteks manifestasinya. Independen organik ini berarti sebuah penyatuan sosial secara individual dan kolektif. Ketika kita sebagai manusia tersadarkan melalui nalar, perasaan, dan gerakan kemanusiaan untuk suatu keadilan, kemakmuran, dan kemajuan.
Dari sumber kekuatan nasionalisme ini kita akan bergerak ke arah revolusi nasional. Namun, dalam memaknai revolusi kita harus menyadari juga bahwa revolusi nasionalisme yang dimaksud di sini bukanlah revolusi berdarah yang menghadirkan konflik dan perpecahan nasional, karena kembali pada sumber ide nasionalisme itu sendiri yaitu "persatuan dan kesatuan".
Jika kita hidup di Negara ini tanpa memiliki rasa Nasionalisme, maka kita juga tidak akan mengetahui bagaimana cara mencintai tanah air dan memiliki rasa persatuan atau kebersamaan. Oleh karena itu, rasa Nasionalisme sangat diperlukan untuk menumbuhkan sikap cinta tanah air yaitu dengan memelihara dan melestarikan kebudayaan di negeri kita, menumbuhkan jiwa patriotisme yaitu memiliki sikap rela berkorban demi negeri ini, dan menumbuhkembangkan persatuan dan kesatuan dalam diri kita yaitu bersatu padu untuk membela dan melindungi negeri ini.

3.      Bagaimana Nasionalisme kita?

Ketika negara yang bernama Indonesia akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan penghuninya yang disebut bangsa Indonesia, persoalan ternyata belum selesai. Bangsa Indonesia masih harus berjuang dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945-1949, tatkala penjajah menginginkan kembali jajahannya. Nasionalisme kita saat itu betul-betul diuji di tengah gejolak politik dan politik divide et impera Belanda.
Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, nasionalisme bangsa masih terus diuji dengan munculnya gerakan separatis di berbagai wilayah tanah air hingga akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin,  masalah nasionalisme diambil alih oleh negara. Nasionalisme politik pun digeser kembali ke nasionalisme politik sekaligus kultural. Dan, berakhir pula situasi ini dengan terjadinya tragedi nasional 30 September 1965.
Pada masa Orde Baru, wacana nasionalisme pun perlahan-lahan tergeser dengan persoalan-persoalan modernisasi dan industrialisasi (pembangunan). Maka "nasionalisme ekonomi" pun muncul ke permukaan. Sementara arus globalisasi, seakan memudarkan pula batas-batas "kebangsaan", kecuali dalam soal batas wilayah dan kedaulatan negara. Kita pun seakan menjadi warga dunia. Di samping itu, negara mengambil alih urusan nasionalisme, atas nama "kepentingan nasional" dan "demi stabilitas nasional" sehingga terjadilah apa yang disebut greedy state, negara betul-betul menguasai rakyat hingga memori kolektif masyarakat pun dicampuri negara. Maka inilah yang disebut "nasionalisme negara".

a.      Nasionalisme di Masa Kini

Tahun 1998 terjadi Reformasi yang memporakporandakan stabilitas semu yang dibangun Orde Baru. Masa ini pun diikuti dengan masa krisis berkepanjangan hingga berganti empat orang presiden. Potret nasionalisme itu pun kemudian memudar. Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme sekarang ini semakin merosot, di tengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi yang semakin menggila.
Kasus Ambalat, beberapa waktu lalu, secara tiba-tiba menyeruakkan rasa nasionalisme kita, dengan menyerukan slogan-slogan "Ganyang Malaysia!". Setahun terakhir ini, muncul lagi "nasionalisme" itu, ketika lagu "Rasa Sayang-sayange" dan "Reog Ponorogo" diklaim sebagai budaya negeri jiran itu. Semangat "nasionalisme kultural dan politik" seakan muncul. Seluruh elemen masyarakat bersatu menghadapi "ancaman" dari luar. Namun anehnya, perasaan atau paham itu hanya muncul sesaat ketika peristiwa itu terjadi. Dalam kenyataannya kini, rasa "nasionalisme kultural dan politik" itu tidak ada dalam kehidupan keseharian kita.
Fenomena yang membelit kita berkisar seputar: Rakyat susah mencari keadilan di negerinya sendiri, korupsi yang merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang, dan pemberantasannya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dan lain-lain. Realita ini seakan menafikan cita-cita kebangsaan yang digaungkan seabad yang lalu. Itulah potret nasionalisme bangsa kita hari ini.
        Dengan memudarnya nasionalisme, yang terutama disebabkan oleh begitu tingginya  ketidakadilan; korupsi yang merajalela dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tidak diselesaikan secara tuntas lewat jalur hukum, dan lain-lain. Pemberantasan korupsi yang hanya retorika belaka, pelanggaran HAM yang tidak diselesaikan lewat jalur hukum hingga tuntas, ketidakadilan antara pusat dan
daerah dan sebagainya harus segera diperhatikan secara serius. Tetapi, kita tidak bisa lengah sedikit pun untuk memerangi musuh bangsa kita sendiri yang korup, menyalahgunakan kekuasaan dan sebagainya.
Karena nasionalisme kita sekarang bukan lagi berkaitan dengan penjajah, atau
terutama terhadap perilaku ekspansif atau agresor-negara tetangga, melainkan
harus dikaitkan dengan keinginan untuk memerangi semua bentuk penyelewengan,
ketidakadilan, perlakuan yang melanggar HAM dan lain-lain. Artinya,
nasionalisme saat ini adalah usaha untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan
negara dari kehancuran akibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Perilaku korup, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalam lingkup kekuasaannya demi memperkaya diri, berperilaku sewenang-wenang dalam menjalankan roda kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, gemar menerima dan menyogok -uang pelicin, uang semir, uang kopi dan
sebagainya, adalah perilaku antinasionalisme yang harus diberantas.

b.      Hal - hal yang dilakukan untuk meningkatkan rasa nasionalisme?

Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali. Namun bukan nasionalisme dalam bentuk awalnya seabad yang lalu. Jadi, yang harus menjadi catatan kita ke depan adalah
bagaimana menumbuhkan semangat nasionalisme - cinta tanah air dalam diri
anak-anak bangsa. Adalah semangat untuk berperilaku jujur, berdisiplin, adil, tidak
korup toleran, dan berani untuk melawan segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan kekuasaan dan lain-lain, di samping semangat dan keterampilan fisik seperti militer untuk menghadapi setiap kekuatan yang mengganggu kedaulatan Negara RI.
Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran total. Karena sebuah kekuatan dan harga diri bangsa bukan terutama pada kekuatan angkatan bersenjata dengan seluruh persenjataan perang yang canggih, melainkan juga atau bahkan yang pertama adalah pada masyarakat bangsanya yang berkualitas dan bermartabat.
Dan pahlawan era sekarang bukan saja mereka yang berani menumpas agresor atau penjajah, tetapi juga mereka yang berkata tidak terhadap korupsi dan berbagai
bentuk penyalahgunaan wewenang dan/atau kekuasaan itu. Pahlawan seperti ini
tidak kalah mulianya dengan pahlawan yang menang dari sebuah pertarungan fisik
melawan siapa pun yang mencoba mengganggu kedaulatan bangsa dan negara.