KOROSI


A. Pengertian Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari material. Contohnya, logam besi di alam bebas dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja panduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).
Deret volta dan hukum Nernst akan membantu untuk dapat melihat terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap elektroda lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida. Karat yang terjadi pada logam akan mempercepat proses pengaratan berikutnya. Oleh karena itu, karat disebut juga autokatalis.
B.  Inhibisi Korosi Baja Karbon Di Dalam Larutan
Karbonat–bikarbonat
Satuan operasi absorpsi CO2 yang menggunakan larutan K2CO3 sebagai absorben merupakan salah satu lokasi yang rawan korosi, terutama di bagian yang beroperasi pada suhu di atas 100° C. Setelah absorpsi, larutan akan mengandung KHCO3 hasil reaksi absorpsi CO2 :
K2CO3 + CO2 + H2O ® 2KHCO3 (1)
Larutan karbonat – bikarbonat pada suhu > 100° C bersifat korosif terhadap baja karbon, yaitu bahan konstruksi yang paling umum dipakai pada absorber dan regenerator. Dalam larutan K2CO3 + KHCO3 baja karbon menjadi terkorosi menurut reaksi–reaksi berikut :
Fe + 2H2O ® Fe(OH)2 + 2H+ + 2e- (2)
Fe + HCO3- ® FeCO3 + H+ + 2e- (3)
Fe(OH)2 + HCO3- ® FeCO3 + H2O + OH- (4)
FeCO3 + HCO3- ® Fe(CO3)22- + H+ (5)
Dari reaksi–reaksi di atas tampak jelas bahwa kehadiran ion bikarbonat menambah laju pelarutan baja dalam lingkungan akuatik. Jika konsentrasi ion Fe2+, CO32-, dan HCO3- dalam larutan melampaui titik jenuhnya, akan terjadi pengendapan FeCO3 di permukaan baja, sehingga pembentukan spesi Fe(III) dan pelarutan baja akan terhalang. Namun, senyawa FeCO3 ini dapat larut kembali dalam bentuk Fe(CO3)22-.
Untuk mencegah kerusakan lapisan pasif yang bersifat sebagai lapis pelindung akibat pelarutan kembali FeCO3, lapisan pasif tersebut dapat diperkuat dengan inhibitor pasivator.Inhibitor pasivator yang biasa digunakan untuk larutan absorben K2CO3 adalah kalium vanadat (KVO3). Namun, pada beberapa industri yang menggunakan absorben K2CO3 dengan inhibitor vanadat, masalah korosi tetap terjadi, sehingga terpaksa digunakan absorber dan regenerator yang terbuat dari baja tahan karat.
Mengingat bahwa baja karbon bersifat mampu pasif dalam larutan K2CO3 + KHCO3, dan biaya penggantian absorber serta regenerator dengan baja tahan karat jauh lebih mahal daripada harga inhibitor pasivator, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian dengan tujuan menguji efektivitas Na-benzoat sebagai inhibitor pasivator alternatif selain KVO3.
Benda uji terbuat dari baja karbon lunak jenis C 1010 (komposisi dicantumkan pada Tabel 1), berbentuk piringan bundar dengan luas 0,95 cm2, densitas 7,87 g/cm3 dan massa ekivalen 27,92 g/mol. Untuk memperoleh satu sisi permukaan aktif, sisi-sisi lain dari benda uji ditutup dengan resin setelah disambung dengan kawat tembaga untuk pengukuran listrik. Agar seragam, permukaan benda uji dipoles dengan kertas abrasif sampai grade 2000.
Elektrolit yang dibuat menyerupai keadaan larutan absorben setelah mengabsorpsi CO2 mempunyai komposisi: 15,1% K2CO3 + 20% KHCO3 + air distilasi. pH larutan ini 10,0–10,3. Inhibitor yang diuji pada percobaan ini adalah kalium metavanadat (KVO3) dengan konsentrasi  20 g/dm3 dan natrium benzoat dengan konsentrasi  14 g/dm3.
Untuk mempelajari pengaruh laju alir fluida, uji korosi dilakukan dalam sebuah bejana gelas berdiameter 22 cm, tinggi 27 cm, dilengkapi dengan specimen holder berdiameter 16,5 cm, serta pengaduk dan pemanas yang mengacu pada standar NACE TM 02-70.3 Untuk memperoleh hasil yang lebih teliti dalam waktu yang lebih singkat, pengukuran laju korosi baja dilakukan dengan metode tahanan polarisasi. Polarisasi dilakukan dalam rentang –30 mV sampai +30 mV dari potensial korosi logam, dengan laju pemindaian 0,167 mV/detik.
Karakteristik korosi dan pasivasi baja karbon dalam larutan karbonat-bikarbonat, dengan dan tanpa inhibitor, dipelajari dengan mengalurkan kurva polarisasi potensiodinamik. Polarisasi anodik dimulai dari 200 mV di bawah potensial korosi logam sampai melewati potensial transpasifnya, dengan laju pemindaian 1 mV/detik.
Untuk kedua uji polarisasi, sel korosi tersebut dimodifikasi dengan menambahkan kawat platina berbentuk spiral sebagai elektroda bantu dan kapiler Luggin berisi larutan KCl jenuh sebagai perpanjangan elektroda acuan kalomel jenuh. Kedua elektroda ini dipasang sedemikian sehingga tidak mengganggu pola aliran fluida yang diaduk, sedangkan benda uji berfungsi sebagai elektroda kerja. Ketiga elektroda tersebut dihubungkan dengan sebuah potensiostat yang dilengkapi
Kurva polarisasi baja karbon dalam larutan K2CO3 + KHCO3 pada berbagai suhu, laju pengadukan, dan penambahan inhibitor vanadat ataupun benzoat. Hasil pengukuran laju korosi baja karbon dalam larutan K2CO3 + KHCO3 pada berbagai suhu dan laju pengadukan, dengan dan tanpa penambahan inhibitor, disajikan pada Tabel 2, 3, dan 4.
Tabel 2. Pengaruh suhu terhadap laju korosi dengan inhibitor dalam larutan tidak diaduk
Inhibitor
T (oC)
Ikor (A/cm2)
Ekor (mV/SCE)
rkor (mpy)
0
60
9,93
-427
4,53
80
12,16
-942
5,55
100
77,52
-976
35,66
Vanadat
(20 g/dm3)
60
0,67
-385
1,91
80
8,88
-328
4,02
100
4,16
-397
1,91
Na-benzoat
(14 g/dm3)
60
5,30
-446
5,56
80
2,15
-340
0,98
100
4,71
-424
2,16


Tabel 3. Pengaruh laju pengadukan terhadap laju korosi dengan inhibitor pada suhu 100 oC
Inhibitor
(rpm)
Ikor (A/cm2)
Ekor (mV/SCE)
rkor (mpy)
0
0
77,52
-976
35,66
400
114,70
-981
52,70
800
210
-980
96,66
Vanadat
(20 g/dm3)
0
4,16
-397
1,91
400
1,64
-378
0,75
800
4,98
-353
2,29
Na-benzoat
(14 g/dm3)
0
4,71
-424
2,16
400
4,74
-391
2,10
800
4,95
-495
2,28

  Kurva polarisasi
Kurva polarisasi anodik baja karbon lunak dalam larutan K2CO3 + KHCO3 menunjukkan bahwa baja karbon bersifat mampu pasif. Potensial pasif primer yang diperoleh dari percobaan polarisasi ini berada di daerah kestabilan Fe(OH)2 untuk pH 10,0–10,3 menurut diagram pH–potensial untuk sistem Fe-H2O-CO2. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa baja terkorosi dalam larutan K2CO3 + KHCO3, menghasilkan lapisan pasif menurut reaksi–reaksi berikut:
Fe + 2H2O ® Fe(OH)2 + 2H+ + 2e- (6)
FeHCO3+(aq) ® Fe(II)(aq) + HCO3-(aq) (7)
Fe(II)(aq) + CO32- ® FeCO3(s) (8)
Pada potensial yang relatif tinggi, FeCO3 akan teroksidasi membentuk film pasif Fe2O3 menurut reaksi
2FeCO3 + 3H2O ® Fe2O3 + 2CO32- + 6H+ + 2e- (9)
Tetapi, bila pH larutan cukup rendah, adanya ion bikarbonat dapat memungkinkan endapan FeCO3 terlarut kembali sebagai ion [Fe(CO3)2]2- menurut reaksi :
FeCO3 + HCO3- ® [Fe(CO3)2]2- + H+ (10)
 Dari kurva polarisasi yang diperoleh, diduga bahwa pelarutan atau perusakan lapisan pasif ini tidak terjadi pada baja karbon dalam larutan uji tanpa inhibitor, karena rapat arus pasifnya tetap kecil hingga tercapai potensial evolusi oksigen. Dugaan ini diperkuat dengan pH larutan yang tetap tinggi (sekitar 10).
 Penambahan inhibitor vanadat 20 g/dm3 memberikan kurva polarisasi anodik dengan dua titik puncak seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Puncak I yang terletak pada daerah dengan potensial sekitar –0,3 V terhadap SCE menyatakan pelarutan besi dan pengendapan kembali membentuk lapisan pasif yang terdiri dari Fe(OH)2 dan FeCO3.
Sementara itu, puncak II yang terletak pada potensial lebih tinggi (+0,1 V terhadap SCE) menyatakan pelarutan kembali FeCO3 melalui lapisan pasif yang kurang sempurna disertai pengendapan kembali sebagai Fe2O3 dan FeVO4, hal ini ditandai dengan rapat arus pasif yang tetap kecil walaupun potensial dinaikkan hingga mencapai daerah evolusi oksigen. Analisis tersebut diperkuat oleh hasil XRD yang menunjukkan adanya senyawa Fe2O3 dan FeVO4 di permukaan sampel (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil analisis produk korosi menggunakan difraksi sinar X
Sampel dgn vanadat
Sampel dgn benzoat
Standar Fe2O3
Standar FeVO4
Standar Fe2(OH)2CO3
Standar Fe
d
/Io
d
I/Io
d
d
d
d




6,01





5,11259
2,6


5,14



4,83346
3,7




4,48386
2,8
4,48136
2,6
4,36



4,09640
7,4
4,09895
9,7



4,070
3,68233
3,3
3,71078
5,8
3,60
3,57
3,73






3,30







3,23








2,64

2,01046
100
2,01649
100



2,009
1,42866
6,3
1,43008
7,6



1,420
1,16718
19
1,16895
19



1,160
  Inhibitor Na-benzoat
Penambahan inhibitor Na-benzoat 14 g/dm3 menghasilkan kurva polarisasi anodik dengan potensial korosi baja yang berada di daerah pasif (sekitar –0,4 V terhadap SCE) dan arus pasif yang meningkat bila potensial dinaikkan hingga sekitar +0,3 V terhadap SCE. Inhibitor Na-benzoat menstabilkan spesi Fe(II) terlarut dalam bentuk ferobenzoat. Bila jumlah O2 yang tersedia dalam larutan mencukupi, spesi Fe(II) terlarut mudah teroksidasi lebih lanjut membentuk Fe2O3, komponen utama dari film pasif yang stabil. Pasivasi baja dengan bantuan Na-benzoat dapat dituliskan sebagai oksidasi langsung Fe menjadi Fe2O3 menurut reaksi :
2Fe + 6OH- ® Fe2O3 + 3H2O + 6e- (11)
Hasil XRD menunjukkan bahwa produk korosi baja karbon dalam larutan K2CO3 + KHCO3 dengan inhibitor Na-benzoat mengandung Fe2O3 and Fe2(OH)2CO3 (Tabel 4). Senyawa kedua dalam produk korosi diduga berasal dari presipitasi spesi Fe(II) dengan HCO3- dan OH- mengingat komposisi larutan yang sangat kaya dengan HCO3- dan pH yang tinggi.
  Pengaruh suhu
Dari data dalam Tabel 2 tampak bahwa kenaikan suhu meningkatkan laju korosi dan menurunkan potensial korosi baja dalam larutan K2CO3 + KHCO3 yang tidak diaduk. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya difusivitas oksigen yang merupakan oksidator seiring dengan kenaikan suhu, sehingga laju korosi juga meningkat. Penurunan kelarutan oksigen akibat kenaikan suhu menjadi kurang berpengaruh karena percobaan dilakukan dalam bejana tertutup, sehingga jumlah oksigen dalam bejana tidak berkurang.
Di samping itu, laju reaksi oksidasi logam juga meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Peningkatan laju oksidasi logam lebih signifikan daripada peningkatan difusivitas oksigen, mengakibatkan penurunan potensial korosi yang merupakan potensial campuran (Emixed).
Dalam larutan K2CO3 + KHCO3 yang diberi inhibitor Na-benzoat maupun vanadat, kenaikan suhu kurang berpengaruh, baik terhadap laju korosi maupun potensial korosi baja. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan lapisan pasif Fe(OH)2 dan FeCO3 di permukaan baja tidak terganggu oleh kenaikan suhu karena sudah diperkuat oleh inhibitor pasivator.
  Pengaruh laju alir fluida
Dari data yang tercantum dalam Tabel 3 tampak jelas bahwa peningkatan laju alir fluida (yang dalam hal ini dilaksanakan dengan peningkatan laju pengadukan) telah meningkatkan laju korosi baja dalam larutan K2CO3 + KHCO3. Efektivitas inhibitor vanadat maupun benzoat tidak terpengaruh oleh peningkatan laju alir fluida. Laju alir fluida juga kurang berpengaruh terhadap potensial korosi baja.
Peningkatan laju korosi dapat diakibatkan oleh bertambahnya jumlah zat korosif, yaitu oksigen terlarut yang kontak dengan logam, yang disebabkan oleh peningkatan laju pengadukan. Meskipun oksigen juga mempercepat pembentukan film pasif, namun karena pengadukan mengganggu adsorpsi senyawa-senyawa pembentuk film pasif di permukaan logam, maka secara total laju korosi tetap meningkat.
Potensial korosi yang hampir tidak berubah menunjukkan bahwa peningkatan reaksi reduksi oksigen juga diimbangi oleh peningkatan laju oksidasi logam. Penambahan inhibitor pasivator, baik vanadat maupun benzoat, ternyata cukup efektif untuk menghasilkan senyawa oksida yang stabil dan melekat kuat di permukaan baja, sehingga mampu memperkuat lapisan pasif Fe2O3 dan tidak mudah terlepas akibat peningkatan turbulensi.
C.    Korosi Pada Stainless Steel
Stainless Steel (SS) secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena pengaruh kondisi lingkungan, sementara SS masih mengalami korosi. Daya tahan korosi SS disebabkan lapisan yang tidak terlihat (invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi SS dengan oksigen yang akhirnya membentuk lapisan pelindung anti korosi (protective layer).
Sumber oksigen bisa berasal dari udara maupun air. Material lain yang memiliki sifat sejenis antara lain Titanium (Ti) dan juga Aluminium (Al). Secara umum protective layer terbentuk dari reaksi kromium + oksigen secara spontan membentuk krom-oksida. Jika lapisan oksida SS digores/terkelupas, maka protective layer akan segera terbentuk secara spontan, tentunya jika kondisi lingkungan cukup mengandung oksigen (Gambar 1).
Walaupun demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan protective layer tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka korosi akan terjadi. Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti halnya udara, cairan/ larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses (misal gas asap hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia lainnya), logam yang berlainan jenis dan saling berhubungan dan sebagainya.
  Jenis-Jenis Korosi Pada Stainless Steel
Meskipun alasan utama penggunaan stainless steel adalah ketahanan korosinya, tetapi pemilihan stainless steel yang tepat mesti disesuaikan dengan aplikasi yang tepat pula. Pada umumnya, korosi menyebabkan beberapa masalah seperti:
1.      Terbentuknya lubang-lubang kecil/ halus pada tangki dan pipa-pipa sehingga menyebabkan kebocoran cairan ataupun gas.
2.      Menurunnya kekuatan material disebabkan penyusutan/ pengurangan ketebalan/ volume material sehingga 'strength' juga menurun, akibatnya dapat terjadi retak, bengkok, patah dan sebagainya.
3.      Dekorasi permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan kerak karat ataupun lubang-lubang.
4.      Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau material lainnya, hal ini sangat dihindari khususnya pada proses produksi makanan.
D.    Cara Pencegahan Korosi
  Pengujian Korosi Secara Tradisional

Pengujian korosi secara tradisional adalah dengan cara menimbang kehilangan berat bahan atau penambahan berat bahan pada selang waktu kontak tertentu dengan lingkungan, hal ini memerlukan waktu yang lama. Diantara pengujian kelajuan korosi yang lebih modern adalah dengan menggunakan tehnik polarisasi dan dibantu oleh instrumen yang dapat memudahkan pelaksanaan pengukuran.
Dengan menggunakan tehnik ini dapat pula diketahui parameter-parameter korosi yang lain seperti potensial korosi, konstanta Tafel dan lain-lain. Sistem sel dengan tiga elektroda adalah piranti yang dirancang untuk melakukan pengukuran kelajuan korosi, system ini terdiri dari tiga bagian pokok yakni: rangkaian potensiostat, sel elektrokimia dan rangkaian akusi data. Rangkaian potensiostat berfungsi menyiapkan tegangan dc yang stabil dan dapat diprogram oleh mikro komputer MPF-1.
Sel elektrokimia terdiri dari tiga elektroda yakni : elektroda pembanding (RE), elektroda kerja (WE) dan elektroda penghitung (CE) yang berfungsi menghasilkan kurva polarisasi. Sel ini bekerja jika antara WE dan RE diberi beda potensial yang harga dan lamanya diatur maka melalui CE akan mengalir arus yang disebut arus aplikasi, sehingga akhirnya didapat kurva arus fungsi tegangan. Rangkaian akuisi data adalah rangkaian pencatat data yang berantar muka dengan mikro komputer MPF-1. Secara keseluruhan sistem ini dapat bekerja manual atau otomatis.
   Ekstrak Kulit Mente Cegah Karat Besi
Karat pada besi dapat dicegah dengan ekstrak kulit buah mente. Caranya, ekstrak kulit buah mente dicampur cat dasar (meni) dengan kompisi 1:1 atau 1:2. Campuran ini kemudian dioleskan pada permukaan besi atau paku. Hasilnya aman bagi lingkungan. Paling tidak, begitulah temuan Dinar Rachmania F bersama rekannya, Herto Bayu Apriano. Kedua siswa SMU Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (YPVDP) Bontang, Kalimantan Timur ini melakukan penelitian, didorong oleh kenyataan bahwa besi mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Peralatan rumah tangga, misalnya. Meski sudah banyak yang terbuat dari stainless dan tidak gampang berkarat, tapi harganya tak mudah dijangkau oleh masyarakat kebanyakan. Belum lagi kendaraan atau alat perkebunan yang umumnya menggunakan bahan dasar dari besi.
Kenyataan ini dikuatkan dengan pengamatan mereka terhadap getah buah mente. Getah buah mente, bila melekat di kulit dapat menyebabkan iritasi. Selain itu, getah ini juga membentuk suatu lapisan di kulit yang susah dihilangkan. "Dari hal tersebut, kami berasumsi bahwa ekstrak yang dibuat dari kulit dan getah buah mente dapat mencegah korosi pada besi bila dioleskan di permukaannya," alasan mereka.
Atas dasar asumsi itu lalu dibuatlah penelitian. Pengujian dilakukan dengan menguji tingkat korosi pada logam besi (Fe) dengan menggunakan paku ukuran 0,5x2,5 cm. Ekstrak dari kulit buah mente yang banyak tumbuh di sekitar Bontang, digunakan sebagai campuran cat dasar. Mereka menggunakan medium udara, air tawar, air hujan, dan air laut.
Langkah pertama yang dilakukan dengan mengumpulkan buah jambu mente. Kulit buah itu kemudian dihancurkan dan diambil ekstraknya. Hasil ekstrak kemudian dicampur dengan cat dasar yang akan dioleskan pada besi (paku) dengan berbagai medium.
Pengujian pengaruh pada cat dasar dan pada besi dengan berbagai perbandingan. Hasil penelitian lalu dimasukkan ke dalam tabel. Penelitian dilakukan dalam empat tahap: pengekstrakan kulit buah mente, penyampuran ekstrak dengan cat dasar, pengolesan cat pada besi dengan berbagai medium, serta pencatatan dan pengolahan data.
Pada tahap awal, kulit buah mente yang sudah dihaluskan dengan blender dimasukkan ke dalam wadah, dan siap untuk diekstrak. Hasil ekstrak kulit buah mente ini segera dimasukkan ke dalam botol dan ditutup rapat. Ekstrak ini, menurut Dinar, hanya menggunakan bahan alami yang mudah diuraikan oleh alam sehingga tidak berdampak negatif pada lingkungan.
Penyampuran ekstrak dengan cat dasar dilakukan dalam berbagai macam perbandingan. Hasil penyampuran kedua zat dalam berbagai perbandingan tersebut kemudian ditempatkan pada wadah yang berbeda. Ini agar memudahkan pengambilan kesimpulan.
Selanjutnya, cat dasar yang sudah dicampur dengan ekstrak kulit mente dioleskan pada besi. Dinar menggunakan berbagai macam medium untuk setiap zat hasil penyampuran ekstrak kulit mente dengan meni. Medium yang digunakan yaitu udara, air tawar, air laut, dan air hujan. Setelah dibiarkan selama beberapa hari, korosi atau karat pada besi akan muncul.
Dinar kemudian mencatat perubahan yang terjadi. Data yang diperoleh lalu diolah; dicari rata-ratanya dan dicari medium yang paling korosif. Dari data-data yang diperoleh, Dinar kemudian menghitung persentase korosi pada besi atau paku dengan melihat perubahan permukaan paku. Datanya disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
Dari sini diketahui, medium yang paling tinggi tingkat korosinya adalah air laut, dan yang paling rendah medium udara. Komposisi perbandingan ideal (meni:ekstrak) dalam penelitian ini adalah perbandingan 1:1 dan 1:2. Sedangkan hasil komposisi perbandingan 1:3 dan 1:4 tidak dapat digunakan karena terlalu encer dan tidak dapat melindungi permukaan besi/paku dengan baik.Dari tabel yang dibuatnya, Dinar dapat melihat tingkat korosivitas yang terjadi pada paku/besi.
Di sini terlihat, sampel pada air laut mempunyai tingkat korosivitas tinggi karena kadar garam yang dikandungnya. Sedangkan sampel pada air hujan mempunyai tingkat korosivitas tertinggi kedua [setelah air laut], sebab air hujan mengandung asam yang bisa mempercepat korosi. Sampel pada air tawar mempunyai tingkat korosivitas relatif rendah. Dan yang terendah tingkat korosivitasnya adalah medium udara. Dari penelitian itu disimpulkan, ekstrak kulit buah mente dapat mencegah proses korosi/karat pada besi.
 Tips dan Cara Mencegah dan Mengatasi Besi Berkarat / Karat / Korosi - Tips Umum Sains Kimia
Tips dan Cara Mencegah dan Mengatasi Besi Berkarat / Karat / Korosi - Tips Umum Sains Kimia. Beberapa cara untuk menanggulangi besi atau logam lain agar tahan dari proses perkaratan :
1.      Melapisi besi atau logam lainnya dengan cat khusus besi yang banyak dijual di toko-toko bahan bangunan.
2.      Membuat logam dengan campuran yang serba sama atau homogen ketika pembuatan atau produksi besi atau logam lainnya di pabrik.
3.      Pada permukaan logam diberi oli atau vaselin
4.      Menghubungkan dengan logam aktif seperti magnesium / Mg melaui kawat agar yang berkarat adalah magnesiumnya. Hal ini banyak dilakukan untuk mencegah berkarat pada tiang listrik besi atau baja. Mg ditanam tidak jauh dari tiang listrik.
5.      Melakukan proses galvanisasi dengan cara melapisi logam besi dengan seng tipis atau timah yang terletak di sebelah kiri deret volta.
6.      Melakukan proses elektro kimia dengan jalan memberi lapisan timah seperti yang biasa dilakukan pada kaleng.
Kesimpulan  :
1.    Prinsip atau proses pencegahan terjadinya karat :
·         Proses Elektrokimia
·         Proses Oksidasi Logam
2.      Persamaan reaksi dalam pembentukan karat pada besi :  
a.       Anoda: Fe(s) ® Fe2+ + 2e
     Katoda: 2 H+ + 2 e- ® H2
     2 H2O + O2 + 4e- ® 4OH-
b.  2H+ + 2 H2O + O2 + 3 Fe ® 3 Fe2+ + 4 OH- + H2
           Fe(OH)2 oleh O2 di udara dioksidasi menjadi Fe2O3 . nH2O
3.      Faktor yang mempengaruhi terjadinya perkaratan, yaitu:
1.      Kelembaban udara
2.      Elektrolit
3.      Zat terlarut pembentuk asam (CO2, SO2)
4.      Adanya O2
5.      Lapisan pada permukaan logam
6.      Letak logam dalam deret potensial reduksi
4.   Cara – cara untuk melindungi besi dari pengaratan, yaitu:
1.      Dicat
2.      Dilapisi logam yang lebih mulia
3.      Dilapisi logam yang lebih mudah teroksidasi
4.      Menanam batang-batang logam yang lebih aktif dekat logam besi dan dihubungkan
5.      Dicampur dengan logam lain
5.      Dari bagian inhibisi korosi baja karbon di dalam larutan
karbonat–bikarbonat dapat kita simpulkan bahwa:
  1. Baja karbon lunak bersifat mampu pasif dalam larutan K2CO3 + KHCO3 pada suhu 100°C dalam keadaan diam sampai turbulen.
  2. Laju korosi baja dalam larutan K2CO3 + KHCO3 meningkat seiring dengan kenaikan suhu dan laju alir fluida.
  3. Inhibitor metavanadat sebanyak 20 g/dm3 efektif untuk menurunkan laju korosi baja dalam larutan K2CO3 + KHCO3 hingga suhu 100°C pada keadaan diam sampai turbulen dengan pembentukan senyawa FeVO4 yang memperkuat lapisan pasif.
  4. Inhibitor Na-benzoat sebanyak 14 g/dm3 dalam larutan K2CO3 + KHCO3 memberikan efektivitas yang sama dengan metavanadat untuk menurunkan laju korosi baja, sebagai akibat terbentuknya senyawa Fe2(OH)2CO3 yang memperkuat lapisan pasif.












Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugasmembuat makalah tentang korosi atau pengaratan pada besi/logam. Makalah ini kami buat bertujuan untuk memenuhi kurikulum pada Bab 2, yaitu tentang reaksi elektrokimia.
Tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dari semua pihak baik secara materiil maupun non-materiil, karena tanpa ada dukungan dari Bapak/Ibu guru dan teman – teman kami tidak dapat menyelesaikan tugas ini. 
Dan kami pun menyadari bahwa makalah ini mungkin masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari Bapak/Ibu guru dan teman – teman agar makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih sempurna pada saat pembuatan selanjutnya.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat berguna untuk siswa siswi SMAN I Gedangan dalam menimba ilmu dan pengetahuannya.


















MAKALAH KIMIA
"KOROSI"
 






























Disusun Oleh :

Nurun Nisa’ul L.M.  (25)

XII IPA 2




SMAN I Gedangan



Tahun Ajaran 2007/2008